The Princess |
“Renata,
apa kabar?” sapa Bu Citra.
“Baik,
bu” jawab Renata sedikit gugup.
“Renata,
ibu mau tanyakan satu hal sama kamu”
“Soal
apa, Bu?”
“Apa
kamu sering melewati koridor bawah di sebelah utara sekolah?” tanya Bu Citra
dan Renata hanya menganggukkan kepalanya. “Pernahkah kamu digaggu atau melihat
kejadian-kejadian yang ganjil di sana seperti yang diributkan para siswa
lainnya?” lanjut Bu Citra. Renata menggelengkan kepalanya dengan sedikit
kebingungan.
“Lalu
apa kamu sadar kalau kamu...” tanya Viska namun dipotong oleh Bu Citra.
“Viska”
kata Bu Citra sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Renata, Ibu dengar kamu
sering menggambar ya?”
“Iya,
bu”
“Ini
ibu berikan sebuah buku. Gambarlah sebuah peri yang sangat cantik di buku itu”
“Tapi
untuk apa, bu?”
“Gambarkan
saja. Ibu ingin kenang-kenangan dari kamu. Kembalikan buku itu besok kepada
Ibu”
“Baik,
Bu”
“Kamu
boleh kembali ke kelas. Sebentar lagi jam pelajaran akan segera diulai kembali.
Terimakasih Renata”
“Baik,
Bu. Sama-sama”
Renata
keluar dari ruangan itu dengan penuh tanda tanya. Tapi dia terus berjalan saja
karena tidak ingin memikirkan hal-hal yang aneh atau berburuk sangka. Dia hanya
memandang buku yang ia pegang. Buku dengan sampul yang indah, tak ada isinya
sama sekali, kosong seperti baru. Buku yang memang di desain untuk menggambar
layaknya sketchbook yang selalu ia
gunakan untuk menggambar, tapi yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Bu Citra menginginkannya
menggambar peri di buku yang ia berikan
kepada Renata.
Bel pulang
sekolah pun berbunyi. Guru Fisika pun menutup kegiatan belajar hari ini. Para
siswa berhamburan keluar kelas karena pelajaran Fisika memang pelajaran yang
paling memusingkan. Renata mulai mengantongi kembali buku-buku pelajarannya.
Namun Renata kaget ketika mendapati buku yang diberikan Bu Citra tidak ada. Dia
mulai kebingungan dan resah karena buku itu milik Bu Citra. Kalau saja sampai
hilang pasti ia akan mendapat hukuman atau mungkin lebih buruk. Dia mulai
mencari ke sekeliling kelas yang sudah hening karena semua teman-temannya sudah
pulang. Anita yang pada saat itu masih ada, menanyakan apa yang terjadi dan
Renata hanya menjawab sketchbook nya
hilang. Anita berniat ingin membantu namun tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Ternyata dari kakaknya yang sudah menungu di lapangan parkir untuk menjemputnya
pulang. Walhasil Renata mencari buku itu sendirian.
Sudah nyaris
setengah jam dia mencari namun buku itu belum juga ditemukan. Renata semakin
bingung dengan semua ini. Padahal ia sangat yakin dia telah memasukkan buku itu
di tas ranselnya. Rasanya tak mungkin kalau buku itu berjalan keluar ruangan
dengan sendiri atau menghilang begitu saja. Apa ada yang mencuri dan
menyembunyikannya? Apa Lucy teman dekatnya yang paling jahil itu yang berbuat
sepeti ini lagi? Tapi bukankah dia izin tidak masuk hari ini?
Renata
menghela nafas panjang sambil terus berpikir dan mengingat kembali dimana buku
itu terakhir ia simpan. Takutnya ia memang benar-benar lupa. Tiba-tiba ada
suara benda terjatuh dibelakangnya. Dan
ketika ia menoleh, ternyata buku itu sudah ada di lantai dengan posisi terbuka.
Keringat dingin membanjiri keningnya ketika ia melihat tulisan “Siapapun,
tolong selamatkan aku!!”. Kejadian aneh yang selalu di alami siswa-siswa lain
di koridor angker itu, kini ia alami. Namun kenapa di dalam kelas? Siapa yang
melempar buku itu sedangkan di dalam kelas tidak ada siapapun. Dan siapa juga yang
telah menulis kalimat itu? Rasa takut dan merinding membuat Renata memutuskan
keluar secepatnya dari kelas itu. Renata memasukkan kembali buku itu ke dalam
tas kemudian pergi.
Rumah begitu
hening dan sepi. Renata langsung masuk ke kamarnya. Dia melemparkan tas dan
menjatuhkan diri ke atas ranjangnya. Rasa lelah membuatnya sedikit mengantuk. Ia
hampir terlelap tapi dia ingat bahwa banyak sekali tugas sekolah. Ia bangkit
lalu menghampiri meja belajarnya dan mulai membuka buku-buku tugasnya kemudian
mengerjakannya.
Satu jam ia
telah menyelesaikan seluruh tugasnya. Ia bangkit dari duduknya hendak mengambil
air minum yang telah habis. Tapi matanya melirik ke arah tasnya yang terbuka.
Buku yang ia dapatkan dari Bu Citra tercecer di atas ranjangnya. Ia menyimpan
gelasnya dan mengambil buku itu. Ia buka kembali dan membaca lagi tulisan itu.
“Siapapun, tolong selamatkan aku!!”. Ia berpikir keras apa maksud dari kalimat
itu? Siapa orang iseng yang tak ada kerjaan menulisnya di buku itu.
Tak
mau ambil pusing, ia duduk kembali di kursi nya kemudian mengeluarkan alat-alat
gambarnya. Dia mulai menggoreskan pensil mekanik perak di atas buku sketsa
tadi. Sial. Sama sekali tidak ada ide. Apa yang harus digambarkan? Dia menatap
ke langit-langit sambil menggigit ujung pensil yang ia pegang. Tak biasanya dia
kehilangan imajinasinya. Dia terus berpikir masih sambil menatap langit-langit
kamarnya. Namun tiba-tiba kamarnya berubah gelap di siang bolong itu. Renata
berdiri karena merasa aneh dengan kejadian itu. Buku itu melayang dan pergi
dengan cepat. Meja, kursi dan semua barang yang ada di dalam kamarnya hilang.
Dia seakan sedang berdiri di atas hamparan sepi dan gelap. Renata berjalan
sambil memutar badannya melihat ke segala arah. Kemudian ia mendengar suara
sayu dengan sedikit merintih. Suara wanita.
“Tolong
selamatkan aku!!! Selamatkan negeriku!!!”
Samar-samar
tampak seorang wanita bergaun perak berkilauan terduduk di kejauhan. Renata
berlari ke arahnya. Semakin dekat semakin jelas wujud wanita itu. Sayap yang
ada di punggungnya itu mengatup rapat. Tapi sekencang apapun Renata berlari
mendekat, ia tak sampai-sampai. Renata terhenti. Wanita bersayap itu
memalingkan mukanya dan mulai menangis. Seakan penasaran dengan apa yang
terjadi, dia kembali berlari menghampirinya. Namun tiba-tiba sebuah rantai
menjerat tubuh wanita itu dan mengikatnya. Bulu-bulu sayap nya berhamburan dan
beterbangan. Wanita itu menjerit sekencang-kencangnya namun Renata tak bisa
menggapainya. Keinginnannya untuk menolong sangat kuat namun semakin mendekat,
ia semakin menjauh. Seakan rantai itu terus menarik dan menyeretnya. Semakin
lama wanita itu semakin tak terlihat dan menghilang. Renata terengah dan jatuh
terduduk karena lemas melihat apa yang terjadi.
Renata
semakin bingung. Dia bangkit sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Kini ia harus
bagaimana kembali ke kamarnya tadi? Dia berjalan mencari arah namun hanya gelap
dan gelap. Ia terus berjalan entah ke arah mana. Kemudian ia mendengar suara
langkah kaki menghampirinya dari arah belakangnya. Jantungnya berdegup kencang
seakan hal yang terjadi sangat menakutkan.
Renata
menoleh ke belakang dan ia mendapati seorang pria berbadan tegap dengan baju
zirah baja dan topeng perak yang berkilau. Pria itu mendekati Renata yang
sedang ketakutan dan mempertanyakan keberadaan Renata di sini.
“Apa
yang kau lakukan di sini, anak manusia?”