Selasa, 20 September 2016

Kejadian Aneh

The Princess
Renata membuka pintu ruangan Bu Citra dan ia melihat Viska dan Bu Citra sudah menunggu. Bu Citra melemparkan senyuman dan mempersilakan Renata untuk masuk dan duduk. Berbeda dengan Viska yang memang biasanya jutek dengan mimik muka yang tak ramah.

                “Renata, apa kabar?” sapa Bu Citra.
                “Baik, bu” jawab Renata sedikit gugup.
                “Renata, ibu mau tanyakan satu hal sama kamu”
                “Soal apa, Bu?”
            “Apa kamu sering melewati koridor bawah di sebelah utara sekolah?” tanya Bu Citra dan Renata hanya menganggukkan kepalanya. “Pernahkah kamu digaggu atau melihat kejadian-kejadian yang ganjil di sana seperti yang diributkan para siswa lainnya?” lanjut Bu Citra. Renata menggelengkan kepalanya dengan sedikit kebingungan.
                “Lalu apa kamu sadar kalau kamu...” tanya Viska namun dipotong oleh Bu Citra.
             “Viska” kata Bu Citra sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Renata, Ibu dengar kamu sering menggambar ya?”
                “Iya, bu”
                “Ini ibu berikan sebuah buku. Gambarlah sebuah peri yang sangat cantik di buku itu”
                “Tapi untuk apa, bu?”
                “Gambarkan saja. Ibu ingin kenang-kenangan dari kamu. Kembalikan buku itu besok kepada Ibu”
                “Baik, Bu”
                “Kamu boleh kembali ke kelas. Sebentar lagi jam pelajaran akan segera diulai kembali. Terimakasih Renata”
                “Baik, Bu. Sama-sama”

                Renata keluar dari ruangan itu dengan penuh tanda tanya. Tapi dia terus berjalan saja karena tidak ingin memikirkan hal-hal yang aneh atau berburuk sangka. Dia hanya memandang buku yang ia pegang. Buku dengan sampul yang indah, tak ada isinya sama sekali, kosong seperti baru. Buku yang memang di desain untuk menggambar layaknya sketchbook yang selalu ia gunakan untuk menggambar, tapi yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Bu Citra menginginkannya menggambar peri di buku yang ia  berikan kepada Renata.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Guru Fisika pun menutup kegiatan belajar hari ini. Para siswa berhamburan keluar kelas karena pelajaran Fisika memang pelajaran yang paling memusingkan. Renata mulai mengantongi kembali buku-buku pelajarannya. Namun Renata kaget ketika mendapati buku yang diberikan Bu Citra tidak ada. Dia mulai kebingungan dan resah karena buku itu milik Bu Citra. Kalau saja sampai hilang pasti ia akan mendapat hukuman atau mungkin lebih buruk. Dia mulai mencari ke sekeliling kelas yang sudah hening karena semua teman-temannya sudah pulang. Anita yang pada saat itu masih ada, menanyakan apa yang terjadi dan Renata hanya menjawab sketchbook nya hilang. Anita berniat ingin membantu namun tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ternyata dari kakaknya yang sudah menungu di lapangan parkir untuk menjemputnya pulang. Walhasil Renata mencari buku itu sendirian.

Sudah nyaris setengah jam dia mencari namun buku itu belum juga ditemukan. Renata semakin bingung dengan semua ini. Padahal ia sangat yakin dia telah memasukkan buku itu di tas ranselnya. Rasanya tak mungkin kalau buku itu berjalan keluar ruangan dengan sendiri atau menghilang begitu saja. Apa ada yang mencuri dan menyembunyikannya? Apa Lucy teman dekatnya yang paling jahil itu yang berbuat sepeti ini lagi? Tapi bukankah dia izin tidak masuk hari ini?

                Renata menghela nafas panjang sambil terus berpikir dan mengingat kembali dimana buku itu terakhir ia simpan. Takutnya ia memang benar-benar lupa. Tiba-tiba ada suara benda terjatuh dibelakangnya.  Dan ketika ia menoleh, ternyata buku itu sudah ada di lantai dengan posisi terbuka. Keringat dingin membanjiri keningnya ketika ia melihat tulisan “Siapapun, tolong selamatkan aku!!”. Kejadian aneh yang selalu di alami siswa-siswa lain di koridor angker itu, kini ia alami. Namun kenapa di dalam kelas? Siapa yang melempar buku itu sedangkan di dalam kelas tidak ada siapapun. Dan siapa juga yang telah menulis kalimat itu? Rasa takut dan merinding membuat Renata memutuskan keluar secepatnya dari kelas itu. Renata memasukkan kembali buku itu ke dalam tas kemudian pergi.

Rumah begitu hening dan sepi. Renata langsung masuk ke kamarnya. Dia melemparkan tas dan menjatuhkan diri ke atas ranjangnya. Rasa lelah membuatnya sedikit mengantuk. Ia hampir terlelap tapi dia ingat bahwa banyak sekali tugas sekolah. Ia bangkit lalu menghampiri meja belajarnya dan mulai membuka buku-buku tugasnya kemudian mengerjakannya.

Satu jam ia telah menyelesaikan seluruh tugasnya. Ia bangkit dari duduknya hendak mengambil air minum yang telah habis. Tapi matanya melirik ke arah tasnya yang terbuka. Buku yang ia dapatkan dari Bu Citra tercecer di atas ranjangnya. Ia menyimpan gelasnya dan mengambil buku itu. Ia buka kembali dan membaca lagi tulisan itu. “Siapapun, tolong selamatkan aku!!”. Ia berpikir keras apa maksud dari kalimat itu? Siapa orang iseng yang tak ada kerjaan menulisnya di buku itu.
                Tak mau ambil pusing, ia duduk kembali di kursi nya kemudian mengeluarkan alat-alat gambarnya. Dia mulai menggoreskan pensil mekanik perak di atas buku sketsa tadi. Sial. Sama sekali tidak ada ide. Apa yang harus digambarkan? Dia menatap ke langit-langit sambil menggigit ujung pensil yang ia pegang. Tak biasanya dia kehilangan imajinasinya. Dia terus berpikir masih sambil menatap langit-langit kamarnya. Namun tiba-tiba kamarnya berubah gelap di siang bolong itu. Renata berdiri karena merasa aneh dengan kejadian itu. Buku itu melayang dan pergi dengan cepat. Meja, kursi dan semua barang yang ada di dalam kamarnya hilang. Dia seakan sedang berdiri di atas hamparan sepi dan gelap. Renata berjalan sambil memutar badannya melihat ke segala arah. Kemudian ia mendengar suara sayu dengan sedikit merintih. Suara wanita.
                “Tolong selamatkan aku!!! Selamatkan negeriku!!!”
              
               Samar-samar tampak seorang wanita bergaun perak berkilauan terduduk di kejauhan. Renata berlari ke arahnya. Semakin dekat semakin jelas wujud wanita itu. Sayap yang ada di punggungnya itu mengatup rapat. Tapi sekencang apapun Renata berlari mendekat, ia tak sampai-sampai. Renata terhenti. Wanita bersayap itu memalingkan mukanya dan mulai menangis. Seakan penasaran dengan apa yang terjadi, dia kembali berlari menghampirinya. Namun tiba-tiba sebuah rantai menjerat tubuh wanita itu dan mengikatnya. Bulu-bulu sayap nya berhamburan dan beterbangan. Wanita itu menjerit sekencang-kencangnya namun Renata tak bisa menggapainya. Keinginnannya untuk menolong sangat kuat namun semakin mendekat, ia semakin menjauh. Seakan rantai itu terus menarik dan menyeretnya. Semakin lama wanita itu semakin tak terlihat dan menghilang. Renata terengah dan jatuh terduduk karena lemas melihat apa yang terjadi.

                Renata semakin bingung. Dia bangkit sambil melirik ke kanan dan ke kiri. Kini ia harus bagaimana kembali ke kamarnya tadi? Dia berjalan mencari arah namun hanya gelap dan gelap. Ia terus berjalan entah ke arah mana. Kemudian ia mendengar suara langkah kaki menghampirinya dari arah belakangnya. Jantungnya berdegup kencang seakan hal yang terjadi sangat menakutkan.

                Renata menoleh ke belakang dan ia mendapati seorang pria berbadan tegap dengan baju zirah baja dan topeng perak yang berkilau. Pria itu mendekati Renata yang sedang ketakutan dan mempertanyakan keberadaan Renata di sini.
                “Apa yang kau lakukan di sini, anak manusia?”
















Minggu, 11 September 2016

AKU

                  Sihir. Seakan tidak pernah percaya dengan kata itu. Hanya ada di film-film fantasi dengan latar belakang negeri yang dihuni oleh para peri cantik yang bisa berterbangan mengelilingi pepohonan rindang dan bunga-bunga mekar. Mereka sebut dunia khayal yang diciptakan untuk menghibur anak-anak dan sebagai pengantar tidurnya.
                
                 Hai, namaku Renata Bilqist. Aku berusia 14 tahun dan duduk di bangku kelas 8 semester 2. Aku anak tunggal di keluarga ini. Papa sudah meninggal saat aku berusia 3 tahun karena diabetes. Dan mama tidak berkeinginan untuk menikah lagi. Walhasil aku tak memiliki adik yang bisa mengusir kesepianku sepanjang hari, karena mama sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai wanita karir. Aku sangat senang menggambar. Sesuatu yang tak bisa kita saksikan di dunia nyata, aku gambarkan di atas kertas. Imajinasiku tak pernah padam untuk melukiskan hal-hal yang berbau fantasi. Peri, hewan, tumbuhan dan dunianya sekalipun aku telah gambar berbulan-bulan yang lalu.

                Pagi ini aku pergi sekolah sendirian. Tidak diantar oleh mama seperti biasanya karena mama ada meeting di luar kota dan sudah berangkat sejak subuh tadi. Oh My God, terkadang aku merasa terlantar dengan kerja mama seperti ini. Oke karena waktu terus berjalan jadi aku putuskan untuk segera berangkat saja. Karena jarak sekolah dan rumahku tidak terlalu jauh, jadi aku bisa menempuhnya dengan hanya berjalan kaki. Tentunya dengan sedikit berlari karena sudah sedikit terlambat. Jangan sampai beneran terlambat karena hari ini ada ulangan Bahasa Inggris di jam pelajaran pertama.

                       Koridor ini sangat sepi. Jarang sekali siswa yang berjalan lewat sini karena katanya angker. Terkadang ada yang ranselnya melayang dan banyak lagi kejadian-kejadian aneh di koridor ini. Tapi aku tidak pernah takut lewat koridor ini karena aku tidak percaya dengan hal-hal mistis seperti itu. Lagi pula aku belum pernah menyaksikan kejadian-kejadian itu. Jadi apa yang harus ditakutkan, jangan-jangan mereka cuma ngibul doang. Ketika aku akan berjalan menaiki tangga, tiba-tiba tali sepatuku lepas. Aku berjongkok untuk menalikan kembali tali sepatuku. Tapi aku mendengar ada yang berjalan ke arahku terhenti sejenak dan berjalan lagi. Aku menoleh ke arah belakang, ternyata Kak Viska. Dia siswa kelas 9 terkenal sebagai primadona sekolah karena kecantikannya. Tapi tidak memiliki banyak teman karena dia terlalu jutek dan tak ramah. Langkahnya melambat ketika aku bangkit dari jongkok-ku. Dan tatapannya sangat tajam ke arahku dengan mimik wajah yang sedikit kaget bercampur rasa heran. Aku merasa aneh dan segera membenahi diri. Tapi Kak Viska terus menatapku hingga batang hidungnya menghilang. Dan bel jam pelajaran pertama pun dimulai. Aku langsung berlari menuju kelas.

                           Ulangan selesai. Aku kepikiran lagi kejadian tadi pagi bersama Kak Viska. Dan juga Bu Clara terus memperhatikan aku dengan tatapan aneh selama ulangan tadi. Hari ini benar-benar aneh. Dan rasanya aku ingin bertanya soal itu tapi aku tidak bisa karena aku tidak dekat dengan keduanya.

                 "Ren, kamu dipanggil Bu Clara ke ruangannya" ujar Anita teman sekelasku.
                 "Ada apa, Ta?"
                 "Entahlah, tapi tadi ada Viska loh, kamu ada masalah sama dia?"
                 "Enggak ah" jawabku agak deg-degan.
                 "Ya udah, kamu samperin aja dulu sana" aku pun mengangguk dan beranjak dari dudukku.